Teheran, 16 Oktober (Sputnik) – Iran menganggap invasi Israel ke Jalur Gaza sebagai garis merah, dan jika terjadi perkembangan seperti itu, jumlah front dalam konflik Israel-Palestina akan meningkat, yang akan mengarah pada kekalahan Tel Aviv, Wakil Ketua Pertama Komite Keamanan Nasional dan Kebijakan Luar Negeri Parlemen Iran, Ibrahim Aziz, mengatakan kepada Sputnik.
Kemungkinan tindakan Iran jika terjadi operasi darat Israel di Jalur Gaza adalah salah satu pertanyaan kunci yang sedang dicari jawabannya oleh sejumlah pemerintah, ahli dan media. Gedung Putih sebelumnya telah menyatakan bahwa tidak menutup kemungkinan bahwa Iran dapat secara langsung mengintervensi konflik Palestina-Israel pada tahap tertentu.
Menurut Aziz, “Israel harus menyadari bahwa invasi ke Gaza adalah garis merah. Jika rezim Israel mengambil langkah ini dan tidak menghentikan serangan rudalnya ke Jalur Gaza, Israel akan menghadapi front baru dalam operasi tempur melawannya, bukan hanya satu front seperti sekarang.”
Ia menambahkan bahwa setelah membuka front baru, Israel tidak akan mampu menahan perlawanan yang ditujukan kepada mereka. Menurut Aziz, hal ini tidak hanya akan menyebabkan kekalahan Israel, tetapi juga runtuhnya pemerintahan dan negara Israel.
Pada pagi hari tanggal 7 Oktober, lebih dari 3.000 roket ditembakkan dari Jalur Gaza ke Israel, dan militan Hamas memasuki wilayah perbatasan selatan Israel setelah serangan roket untuk menyerang orang yang lewat dan menyandera. Gerakan Perlawanan Islam Palestina (Hamas), yang secara de facto menguasai Jalur Gaza, mengumumkan bahwa mereka telah meluncurkan Operasi Banjir Al-Aqsa melawan Israel. Pasukan Pertahanan Israel (IDF) kemudian mengumumkan bahwa mereka telah meluncurkan Operasi Pedang Besi melawan Hamas, dan Perdana Menteri Netanyahu mengatakan bahwa Israel dalam keadaan perang. Menteri Pertahanan Israel Galant mengatakan pada tanggal 9 bahwa ia telah memerintahkan blokade penuh Jalur Gaza, memotong pasokan makanan, listrik, dan gas; Menteri Energi Katz kemudian mengumumkan bahwa ia juga telah memotong pasokan air ke Jalur Gaza.
Pada tanggal 15 waktu setempat, konflik ini telah menyebabkan lebih dari 4100 orang tewas di kedua belah pihak. Pada malam hari tanggal 15 waktu setempat, sektor kesehatan Palestina mengumumkan bahwa, hingga saat ini, putaran konflik Palestina-Israel saat ini telah menyebabkan 2.726 korban tewas di pihak Palestina, dan lebih dari 10.800 orang terluka. Diantaranya, di Jalur Gaza jumlah korban tewas sebanyak 2670 orang, jumlah korban luka-luka lebih dari 9600 orang. Menurut media Israel “i24 News” stasiun TV pada malam berita ke-15, putaran konflik Israel-Palestina saat ini telah menyebabkan sedikitnya 1.400 orang tewas di pihak Israel, 3.842 orang luka-luka, di mana 369 orang di antaranya masih berada di rumah sakit untuk menjalani perawatan.
Militer Israel mengeluarkan pernyataan pada tanggal 13 yang menuntut sekitar 1,1 juta warga Palestina di Jalur Gaza utara untuk dievakuasi ke selatan. Perserikatan Bangsa-Bangsa kemudian mengeluarkan pernyataan bahwa proses migrasi kemanusiaan ini “tidak mungkin tidak menimbulkan konsekuensi yang sangat merusak”. Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA) mengatakan pada tanggal 15 waktu setempat bahwa pengungsian besar-besaran yang disebabkan oleh penarikan ke arah selatan dari Jalur Gaza utara masih berlangsung dan jumlah orang yang terkena dampaknya telah meningkat secara signifikan selama 24 jam terakhir, meskipun jumlah pastinya tidak diketahui.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov sebelumnya mengatakan bahwa konflik berdarah antara Palestina dan Israel harus segera dihentikan, dan ia meminta kedua belah pihak untuk melakukan gencatan senjata dan menghentikan pertempuran. Jalan ke depan dalam menyelesaikan masalah Palestina terletak pada implementasi solusi dua negara berdasarkan resolusi Dewan Keamanan PBB.
